Senin, 12 November 2012

penyiapan lahan

PROBLEMATIKA REKAYASA BUDIDAYA TANAMAN
“PROBLEMATIKA PERSIAPAN LAHAN”

I.                     PENDAHULUAN
1.        Kondisi tanah sawah
Tanah sawah adalah tanah yang di gunakan untuk budidaya padi. Baik terus menerus ataupun diselingi dengan tanaman palawija. Segala jenis tanah dapat dijadikan sebagai areal persawahan asalkan kondisi air mencukupi. Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang diairi kemudian disawahkan, atau dari tanah rawa – rawa yang dikeringkan dengan membuat saluran saluran drainase.
2.       Persiapan lahan sawah
Pengolahan bertujuan untuk mengubah sifat fisik tanah agar lapisan yang semula keras menjadi datar dan melumpur. Dengan begitu gulma akan mati dan membusuk menjadi humus, aerasi tanah menjadi lebih baik, lapisan bawah tanah menjadi jenuh air sehingga dapat menghemat air. Pada pengolahan tanah sawah ini, dilakukan juga perbaikan dan pengaturan pematang sawah serta selokan. Pematang (galengan) sawah diupayakan agar tetap baik untuk mempermudah pengaturan irigasi sehingga tidak boros air dan mempermudah perawatan tanaman.
Secara Umum Pengolahan tanah meliputi 3 fase:
1.        Penggenangan tanah sawah sampai tanah jenuh air.
2.       Membajak sebagai awal pemecahan bongkah dan membalik tanah.
3.       Menggaru untuk menghancurkan dan melumpurkan tanah.
·         Untuk 3 fase pengolahan tanah tersebut menggunakan 1/3 kebutuhan air dari total kebutuhan air selama pertumbuhan tanaman
·         Pengolahan tanah dengan cara basah yaitu tanah sawah dibajak dalam keadaan basah dan digaru memanjang dan menyilang sampai tanah melumpur dengan baik.
·         Pengolahan tanah paling lambat 15 hari sebelum pemindahan bibit
1.        Gulma pada lahan sawah
Gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian karena menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman produksi.(wikipedia).
Batasan gulma bersifat teknis dan plastis. Teknis, karena berkait dengan proses produksi suatu tanaman pertanian. Keberadaan gulma menurunkan hasil karena mengganggu pertumbuhan tanaman produksi melalui kompetisi. Plastis, karena batasan ini tidak mengikat suatu spesies tumbuhan. Pada tingkat tertentu, tanaman berguna dapat menjadi gulma. Sebaliknya, tumbuhan yang biasanya dianggap gulma dapat pula dianggap tidak mengganggu. Contoh, kedelai yang tumbuh di sela-sela pertanaman monokultur jagung dapat dianggap sebagai gulma, namun pada sistem tumpang sari keduanya merupakan tanaman utama. Meskipun demikian, beberapa jenis tumbuhan dikenal sebagai gulma utama, seperti teki dan alang-alang.
Jenis gulma yang umumnya tumbuh pada ekosistem padi sawah, adalah gulma yang tahan genangan. Terdapat 33 jenis gulma yang sering dijumpai tumbuh di pertanaman padi sawah dengan perincian 10 jenis dari golongan rumput, 7 jenis golongan teki dan 16 jenis golongan daun lebar. Namun demikian beberapa gulma dominan yang perlu diketahui dari tiap golongan disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 1. Nama dan Golongan Gulma Dominan di Areal Persawahan
Golongan Rumput
Golongan Teki
Golongan Daun Lebar
Paspalum distichum
Cyperus difformis
Monochoria vaginalis
Echinochloa crusgalli
Cyperus iria
Marsilea crenata
Leersia hexandra
Scirpus juncoides
Limnocharis flava
Leptochloa chinensis
Fimbristyllis littoralis
Spenochlea zeylanica
            Berdasarkan kedalaman airnya, sifat pertumbuhan gulma dikenal dua tipe, yaitu gulma lahan sawah perawakan tegak dan gulma yang tumbuh menjalar. Salah satu gulma yang tumbuh menjalar ialah Salvinia molesta. Akibat adanya gulma ini menyebabkan oksigen yang terlarut dalam sawah rendah, intensitas cahaya rendah, bisa terjadi eutrofikasi (adanya daun-daun tua) yang menyebabkan kadar CO2 yang terlarut tinggi.
            Gulma golongan teki yang terdapat di pertanaman padi sawah antara lain Cyperus difformis, Cyperus kyllingia, Scirpus formicoides, Fimbristylis littoralis gulma tersebut tidak terlalu menimbulkan gangguan ekonomis, sehingga masih dapat ditolelir.
         Paspalum distichum
            Gulma yang biasa terdapat di padi lahan sawah basah dan kering, termasuk kedalam golongan rumput, perkembangbiakan vegetatifnya dengan menggunakan akar stolon, dan gulma ini termasuk gulma yang menjalar. Pembajakan yang tanggung menyebabkan populasinya semakin menyebar, hal tersebut dikarenakan ketika dilakukan pembajakan alat perkembangbiakan vegetatifnya (stolon) terputus dan terbawa. Sehingga menyebabkan gulma tersebut menyebar ke tempat lain.  
Echinochloa colonum
            Merupakan gulma yang biasa ditemui di lahan sawah basah dan kering. Gulma ini termasuk kedalam golongan rumput, merupakan gulma semusim, perkembangbiakannya secara generatif yaitu dengan menggunakan biji. Gulma ini masih satu marga dengan Echinochloa crusgalli (Jajagoan).
Alternanthera philoxeroides
            Gulma ini merupakan gulma yang biasa ditemui pada padi lahan sawah basah dan kering. Alternanthera philoxeroides merupakan gulma dari golongan daun lebar, dan perawakannya menjalar. Perkembangbiakan gulma ini secara generatif, dan merupakan gulma tahunan. Gulma ini di Indonesia banyak tersebar, tetapi di Malaysia tidak. Sehingga Alternanthera philoxeroides merupakan gulma karantina.
Cyperus iria
            Gulma ini merupakan gulma yang biasa ditemui pada padi lahan sawah basah dan kering. Gulma ini merupakan gulma dari golongan teki, perawakannya tegak, merupakan gulma semusim, dan perkembangbiakan gulma ini dominan secara generatif. Daya saing Cyperus iria tidak terlalu kuat.
Marsilea crenata
            Semanggi atau paku bernama ilmiah Marsilea crenata Presl. adalah tanaman yang termasuk kedalam famili Marsiliaceae. Deskripsi menurut buku flora (Steenis,dkk. 2005) ( terjemahan)) adalah tumbuhan dengan daun berdiri sendiri atau dalam berkas, menjari berbilang 4, tangkai daun panjang dan tegak, panjang 2-30 cm, anak daun menyilang, berhadapan, berbentuk baji bulat telur, gundul atau hampir gundul, dengan panjang 3-22 cm dan lebar 2-18 cm, urat daun rapat berbentuk kipas, pada air yang tidak dalam muncul diatas air. Biasanya di temukan di sawah, selokan dan genangan air dangkal.
II.                   PERMASALAHAN
            Pak Rino mempunyai lahan sawah yang cukup subur, dalam setahun bisa ditanami tiga kali karena di anggap tanahnya sudah subur, maka setelah tanaman sebelumnya dipanen, Pak rino tidak melakukan persiapan lahan untuk penanaman berikutnya. Permasalahan yang dihadapi adalah sering muncul gulma yang menjadi pesaing tanaman pokok khususnya di awal pertumbuhannya.

III.                 ANALISIS PERMASALAHAN
Gulma yang tumbuh pada lahan sawah milik Pak Rino diduga berasal dari  sisa – sisa tanaman yang sebelumnya masih berada pada lahan tersebut, karena memang hal ini dapat mengakibatkan tumbuhnya gulma
Lahan milik pak rino tidak di olah ketika akan melakukan penanaman, sementara pada lahan itu masih banyak sisa – sisa tanaman sebelumnya yang sangat berpotensi tumbuh menjadi gulma.
Perkembangan gulma akan mengganggu tanaman utama, sehingga persaingan antara keduanya berpotensi menurunkan hasil dari tanaman pokok.


IV.                SOLUSI
Untuk mengurangi pertumbuhan gulma yang dapat mengganggu tanaman pokok,diperlukan proses pengolahan lahan sebelum penanaman selanjutnya. Dengan begitu sisa-sisa tanaman yang berpotensi menjadi gulma dapat terinimalisir. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan tersebut diantaranya:
1.        Pengolahan lahan
a.      Pembersihan lahan
Pematang sawah dibersihkan dari rerumputan, diperbaiki, dan dibuat agak tinggi. Fungsi utama Pematangdisaat awal untuk menahan air selama pengolahan tanah agar tidak mengalir keluar petakan. Fungsi selanjutnya berkaitan erat dengan pengaturan kebutuhan air selama ada tanaman padi.
Saluran atau parit diperbaiki dan dibersihkan dari rerumputan. Kegiatan tersebut bertujuan agar dapat memperlancar arus air serta menekan jumlah biji gulma yang terbawa masuk ke dalam petakan. Sisa jerami dan sisa tanaman pada bidang olah dibersihkan sebelum tanah diolah.
Jerami tersebut dapat diangkut ke tempat lain untuk pakan ternak, kompos, atau bahan bakar. Pembersihan sisa–sisa tanaman dapat dikerjakan dengan tangan dan cangkul.
b.      Pencangkulan
Setelah dilakukan perbaikan Pematang dan saluran, tahap berikutnya adalah pencangkulan. Sudut–sudut petakan dicangkul untuk memperlancar pekerjaan bajak atau traktor. Pekerjaan tersebut dilaksanakan bersamaan dengan saat pengolahan tanah.
c.        Pembajakan
Pembajakan dan penggaruan merupakan kegiatan yang berkaitan. Kedua kegiatan tersebut bertujuan agar tanah sawah melumpur dan siap ditanami padi. Pengolahan tanah dilakukan dengan dengan menggunakan mesin traktor. Sebelum dibajak, tanah sawah digenangi air agar gembur. Lama penggenangan sawah dipengaruhi oleh kondisi tanah dan persiapan tanam. Pembajakan biasanya dilakukan dua kali. Dengan pembajakan ini diharapkan gumpalan–gumpalan tanah terpecah menjadi kecil–kecil. Gumpalan tanah tersebut kemudian dihancurkan dengan garu sehingga menjadi lumpur halus yang rata. Keuntungan tanah yang telah diolah tersebut yaitu air irigasi dapat merata. Pada petakan sawah yang lebar, perlu dibuatkan bedengan–bedengan. Antara bedengan satu dengan bedenglainnya berupa saluran kecil. Ujung saluran bertemu dengan parit kecil di tepi galengan yang berguna untuk memperlancar air irigasi. Pengolahan tanah merupakan faktor yang berpengaruh langsung terhadap hasil padi selain faktor-faktor lainnya seperti pemupukan, pengairan, pengendalian hama penyakit dll. Pengolahan tanah dapat dilakukan secara kering atau basah. Tetapi yang biasanya dilakukan pada umumnya adalah secara basah.
Cara pengolahan tanah dapat menggunakan tenaga manusia, hewan atau alat-alat mesin pertanian.
2.       Pengendalian Gulma
1.        Manual
Pengendalian dilakukan dari tanam sampai < umur tanaman (± 40 hari) dengan tangan tanpa menggunakan alat bantu kerja. Biasanya rumput dicabut dengan tangan lalu dibenamkan dalam lumpur. Untuk jenis gulma yang tidak mati dengan pembenaman dikumpulkan dan dijemur di pematang sawah hingga kering baru dibenamkan. Cara ini terbukti efektif, karena dapat mengendalikan gulma yang berdekatan ataupun dalam rumpun tanaman padi. Kelemahan pengendalian gula dengan cara ini adalah memerlukan banyak tenaga kerja.
2. Fisik
Pengendalian gulma secara fisik ini dapat dilakukan dengan jalan:
-          Pemangkasan
Pengendalian dilakukan dengan alat bantu kerja yang berupa gasrok atau landak. Cara pengendalian ini cukup efektif dan cepat, tetapi tidak mampu mengendalikan gulma yang tumbuh berdekatan maupun di dalam rumpun tanaman padi. Hasil penelitian pada PTT menunjukkan bahwa penyiangan dengan cara ini cukup efektif dan bahkan mampu memperbaiki pertumbuhan tanaman. Akar rambut yang tua dirusak oleh alat penyiang sehingga merangsang pertumbuhan akar rambut baru. Akar rambut baru tersebut dapat menyerap usur hara lebih efisien dari dalam tanah.
-         Penggenangan
Penggenangan efektif untuk memberantas gulma tahunan. Caranya dengan menggenangi sedalam 15 - 25 cm selama 3 - 8 minggu. Gulma yang digenangi harus cukup terendam, karena bila sebagian daunnya muncul di atas air maka gulma tersebut umumnya masih dapat hidup.
-         Pembakaran
Suhu kritis yang menyebabkan kematian pada kebanyakan sel adalah 45 - 550 C, tetapi biji-biji yang kering lebih tahan daripada tumbuhannya yang hidup. Kematian dari sel-sel yang hidup pada suhu di atas disebabkan oleh koagulasi pada protoplasmanya. Pembakaran secara terbatas masih sering dilakukan untuk membersihkan tempat-tempat dari sisa-sisa tumbuhan setelah dipangkas. Pada sistem peladangan di luar Jawa cara ini masih digunakan oleh penduduk setempat.
Pembakaran umumnya banyak dilakukan pada tanah-tanah yang non pertanian, seperti di pinggir-pinggir jalan, pinggir kali, hutan dan tanah-tanah industri.
Keuntungan pembakaran untuk pemberantasan gulma dibanding dengan pemberantasan secara kimiawi adalah pada pembakaran tidak terdapat efek residu pada tanah dan tanaman. Keuntungan lain dari pembakaran ialah insekta-insekta dan hama-hama lain serta penyakit seperti cendawan-cendawan ikut dimatikan. Kejelekannya ialah bahaya kebakaran bagi sekelilingnya, mengurangi kandungan humus atau mikroorganisme tanah, dapat memperbesar erosi, biji-biji gulma tertentu tidak mati, asapnya dapat menimbulkan alergi dan sebagainya.
3. Kultur teknis
Ada beberapa praktek pengendalian gulma secara kultur teknik yang dapat dipilih berdasarkan kondisi yang paling menguntungkan (Moody dan De Datta, 1982). Berbagai kultur teknik budidaya padi secara tidak langsung dapat menekan infestasi gulma, diantaranya:
-         Pergiliran Tanaman
Pergiliran tanaman bertujuan untuk mengatur dan menekan populasi gulma dalam ambang yang tidak membahayakan. Contoh : padi – tebu – kedelai, padi – tembakau – padi. Tanaman tertentu biasanya mempunyai jenis gulma tertentu pula, karena biasanya jenis gulma itu dapat hidup dengan leluasa pada kondisi yang cocok untuk pertumbuhannya. Sebagai contoh gulma teki (Cyperus rotundus) sering berada dengan baik dan mengganggu pertanaman tanah kering yang berumur setahun (misalnya pada tanaman cabe, tomat, dan sebagainya). Demikian pula dengan wewehan (Monochoria vaginalis) di sawah-sawah. Dengan pergiliran tanaman, kondisi mikroklimat akan dapat berubah-ubah, sehingga gulma hidupnya tidak senyaman sebelumnya.
-         Budidaya pertanaman
Pada budidaya padi pengolahan tanah, penggunaan benih yang murni (bebas dari benih gulma), sistem pengairan, dan varietas padi mempunyai peran dalam mengendalikan gulma secara tidak langsung.
4. Biologis
Pengendalian gulma secara biologis di areal persawahan dilakukan dengan menggunakan serangga, jamur, dan bisa juga dari gulma sendiri. Keadaan tumbuh gulma yang lebat dapat juga dimanfaatkan untuk dapat menekan gulma yang ada di permukaan tanah. Biji-biji gulma yang ada pada permukaan tanah kekurangan O2 dan kelebihan CO2 sehingga biji gulma tidak dapat berkecambah. Hal ini disebabkan karena biji gulma di permukaan tanah terendam oleh air sehingga biji gulma tersebut tidak dapat tumbuh, selain itu sifat gulma yang dapat menekan pertumbuhan gulma lainnya adalah cepat dan lambatnya gulma tumbuh di permukaan air. Walaupun berkecambah tidak dapat menembus (tetap terendam) di bawah permukaan tanah sehingga tidak dapat menekan pertumbuhan gulma di permukaan tanah. Misalnya Salvinia molesta, Azolla pinnata (mengandung 5 % kadar bahan kering gulma). Salvinia molesta mempunyai daya saing yang rendah terhadap tanaman padi.
            Keuntungan memanfaatkan Salvinia molesta dalam mengendalikan gulma yang lain ialah Salvinia molesta hanya memanfaatkan zat hara yang terdapat di dalam air sehingga tanaman padi tidak terganggu oleh adanya kompetisi hara. Selain keuntungan, terdapat juga kerugian menggunakan Salvinia molesta sebagai pengendali untuk gulma lain ialah tidak bisa digunakan untuk Tabela, mengambang di permukaan air.
5. Kimiawi
Penggunaan herbisida ataupun zat kimia lain untuk membasmi gulma di lahan persawahan harus dilakukan secara hati-hati dan bijaksana dengan memenuhi 6 (enam) tepat, yaitu:
- Tepat mutu
- Tepat waktu
- Tepat sasaran
- Tepat takaran.
- Tepat konsentrasi
- Tepat cara aplikasinya
Selain itu, harus pula mempertimbangkan efisiensi, efektivitas, dan aman bagi lingkungan. Untuk itu, herbisida dapat dikelompokkan berdasarkan cara kerjanya (kontak atau sistemik), selektivitasnya (selektif atau tidak selektif), dan waktu aplikasinya (pra-tumbuh atau pasca-tumbuh).

V.                  KESIMPULAN
1.        Persiapan  lahan (membersihkan lahan, membajak, mencangkul dsb) sangat diperlukan dalam proses budidaya tanaman.
2.       Persiapan lahan dilakukan untuk menekan pertumbuhan gulma.
3.       Merotasi tanaman budidaya dapat menekan pertumbuhan gulma.

DAFTAR PUSTAKA
-         Balitpa. 2004. Pengendalian Gulma pada Lahan Sawah. Balitpa Sukamandi.
-         IRRI. 1996. Standard Evaluation System for Rice. Manila Filipina.
-         Jasin. 1992. Zoologi Invertebrata untuk Perguruan Tinggi. Penerbit Sinar Wijaya, Jakarta.
-         Moenandir. 1998. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. Rajawali Press Jakarta.
-         Sery, A.R., Sunarsi, Idris. 2006. Pengelolaan Keong Mas (Pomacea canaliculata) untuk Pengendalian Gulma pada Tanaman Padi Sawah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara.
-         Sarwono hardjowigeno,  H. Subagyo, dan M. Luthfi rayes. MORFOLOGI DAN KLASIFFIKASI TANAH SAWAH. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/tanahsawah/tanahsawah1.pdf. tanggal akses : 19 sept 2012